Sabtu, 16 Desember 2017

Down Syndrome Bukanlah Penghalang Untuk Mencapai Kebahagiaan






“Remaja dengan down syndrome sama seperti remaja lain. Mereka mengalami pubertas, ingin menikah, dan memiliki anak. Satu-satunya yang membedakan hanyalah keterbatasan mereka dalam hal fisik, psikis, dan intelegensi. Tapi, justru keterbatasan itulah yang membuat mereka menjadi istimewa.”

Banyak orang keliru dalam memahami perkembangan seksualitas remaja difabel. Karena keterbatasan yang dimiliki, mereka sering dianggap tidak memiliki ketertarikan seksual, bahkan dalam beberapa kasus, tidak mungkin menikah dan memiliki anak.
Tapi, tahukah anda, bahwa sebenarnya remaja difabel juga mengembangkan seksualitas seperti remaja yang lain? Nah, kali ini saya akan berbagi informasi terkait perkembangan seksualitas pada remaja dengan down syndrome. Yuk, kita simak!

Apa Down Syndrome itu?
Down syndrome adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik, mental, dan intelegensi akibat perkembangan kromosom yang abnormal. Pada manusia normal, ada 23 pasangan kromosom sehingga jumlahnya menjadi 46. Namun, pada seseorang dengan down syndrome, ada kelainan pada susunan kromosom ke-21 dimana bukan ada 2 kromosom melainkan 3, yang disebut trisomi. Maka, pada seseorang dengan down syndrome jumlah kromosomnya menjadi 47.
Jumlah orang dengan down syndrome di Indonesia sekitar 300.000 dari jumlah total 4 juta orang di seluruh dunia. Selain itu, menurut penelitian, risiko bayi lahir dengan down syndrome adalah 1: 700-1.000 kelahiran.
Hasil gambar untuk anak down syndrome nasib pernikahan 

Perkembangan Seksual Remaja dengan Down Syndrome
Sama seperti remaja pada umumnya, remaja dengan down syndrome juga mengalami pubertas; menarche pada perempuan dan mimpi basah pada laki-laki. Bahkan, usia saat remaja perempuan dengan down syndrome mengalami pubertas pun sama dengan remaja perempuan lainnya. Namun, pada remaja laki-laki dengan down syndrome, ada keterlambatan pubertas dibandingkan remaja laki-laki yang lain. Perkembangan fisik, psikologis, dan sosial sebagai akibat perubahan hormon pada remaja yang mengalami pubertas juga terjadi pada remaja dengan down syndrome.
Hasil gambar untuk anak down syndrome nasib pernikahan

Selain itu, remaja dengan down syndrome juga memiliki ketertarikan seksual. Mereka ingin berpacaran, berpelukan, dan sebagainya. Oleh karena itu, pendidikan seksual yang komprehensif yang dilakukan dengan memberikan informasi secara faktual, tegas, dan praktis, sangat dibutuhkan oleh remaja dengan down syndrome maupun remaja difabel lainnya. Faktanya, dorongan seksual dan keterbatasan yang dimiliki, khususnya dalam mengambil keputusan, dapat membuat mereka melanggar norma masyarakat, mengalami kehamilan yang tidak diinginkan (KTD), tertular IMS danHIV&AIDS , ataupun menjadi korban kekerasan seksual. Oleh karena itu, penting bagi seseorang dengan down syndrome untuk dapat mengakses alat kontrasepsi, sama seperti orang lain.

Bisakah Seseorang dengan Down Syndrome Menikah?
Perempuan dengan down syndrome mengalami siklus menstruasi yang normal, sama seperti kebanyakan perempuan lain. Dan sekitar 50% dari mereka subur dan dapat hamil  serta melahirkan. Namun, menurut penelitian, anak yang dilahirkan oleh perempuan dengan down syndrome, beresiko sangat besar mengalami down syndrome yang sama seperti ibunya.
Namun, tidak demikian dengan laki-laki dengan down syndrome. Dibandingkan informasi kesuburan pada perempuan dengan down syndrome, informasi kesuburan pada mereka sangat sedikit. Salah satu yang paling sedikit itu adalah apakah mereka dapat memiliki anak, walaupun kualitas spermanya tidak terlalu bagus.
Berbagai studi di Amerika Serikat menemukan data bahwa seseorang dengan down syndrome dapat menikah dan memiliki anak. Sebuah studi juga menemukan bahwa dari 38 orang dengan down syndrome yang menikah, 35 orang diantaranya memiliki pasangan non-down syndrome. Dalam pernikahan-pernikahan tersebut, ada pihak yang mendukung dan mengawasi, terutama anggota keluarga yang lain.
Hasil gambar untuk anak down syndrome nasib pernikahan

Remaja dengan down syndrome sama seperti remaja lain. Mereka mengalami pubertas, ingin menikah, dan memiliki anak. Satu-satunya yang membedakan hanyalah keterbatasan mereka dalam hal fisik, psikis, dan intelegensi. Tapi, justru keterbatasan itulah yang membuat mereka menjadi istimewa.

Salah Satu Inspirator Pasangan Down Syndrome yang Bahagia dalam Menjalani Hidup

Mereka mendapat banyak kritikan ketika memutuskan menikah 22 tahun yang lalu. Tapi sekarang, pasangan Sindrom Down ini membuktikan bahwa keputusan mereka tidak salah. Mereka berhasil membungkam suara-suara penuh keraguan ragu dengan menunjukkan betapa bahagianya pernikahan mereka saat ini.

Maryanne (45) dan Tommy Pilling (59) dianggap sebagai pasangan Sindrom Down pertama yang memutuskan menikah pada 1995 lalu. Seperti disebut di awal, alih-alih mendakat dukungan yang menguatkan, pernikahan mereka justru dihujani kritik.

Para pengkritik itu rata-rata mengatakan bahwa orang-orang dengan kesulitan seperti mereka berdua akan sulit menjalani pernikahan dan menjaga satu dengan yang lain.
Sebelumnya, pasangan ini menjalani masa pacaran selama 18 bulan. Mereka akhirnya menikah pada Juli 1995 di Gereja St Mary di Shoeburyness, Essex, Inggris. Dan dari kritik-kritik yang saling bersahutan itu mereka belajar untuk saling menjaga satu sama lain.
Dan sekarang, 22 tahun kemudian, keduanya masih langgeng-langgeng saja, bahkan kerap menunjukkan kebahagian di Facebook yang dibuatkan saudara perempuan Maryanne, Lindi. Facebook ini telah diikuti oleh ribuan orang.

“Hari ketika Maryanne bertemu Tommy, ia pulang dengan senyum paling indah di wajahnya. Ia tidak bisa berhenti bicara tentangnya dan bilang apakah ia bisa pergi untuk makan malam,” ujar Lindi.

Mereka lalu memutuskan berpacaran, selama 18 tahun. Tak lama berselang, Tommy menemui ibu Maryanne, Linda, bagaimana jika ia melamar anaknya. Waktu itu Tommy menunjukkan sebuah cincin mainan yang didapat dari mesin penjual otomatis.
Tommy begitu bahagian karena Linda langsung mengiyakan rencana lamarannya. Tapi Linda ingin lamaran itu dilakukan dengan benar, bukan dengan cincin mainan. Linda pun mengajak Tommy pergi ke toko perhasilan asli.

Setelah itu Linda justru mendapatkan banyak kritik karena membiarkan pasangan itu menikah. Tapi Linda tetap bersikeras dengan keputusannya dan, terutama, keputusan anak dan calon menantunya. Maryanne sendiri memang sedari kecil memimpikan sebuah pernikahan yang indah.

“Beberapa orang yang menyaksikan pernikahan mereka menatap, menganggap bahwa orang-orang dengan Sindrom Down dan kesulitan belajar sulit menikah,” tambah Lindi.
Meski demikian, Linda, Linda,dan Maryanne juga mendapatkan begitu banyak pesan yang indah nan menguatkan. Mereka mendoakan yang terbaik untuk pernikahan Maryanne dan Tommy.
“Pernikahan saya adalah hari terbaik dalam hidup saya. Saya terkejut ketika Tommy mengajak menikah, tapi tak perlu berpikir dua kali untuk bilang ya,” ujar Maryanne. “Kami tidak pernah berdebat. Saya begitu mencintai suami saya. Ia adalah teman terbaik saya.”
Mereka hidup terpisah dari keluarga masing-masing—tapi siap selalu siap jika pasangan ini membutuhkan bantuan.


Sumber : http://www.down-syndrome.org/reviews/53/
                  http://www.ndss.org/Resources/Wellness/Sexuality/Sexuality-and-Down-Syndrome/
                  http://dokita.co/blog/down-syndrome/
x